Sabtu, 26 Oktober 2013

Nasib Orang Utan yang Kian Terancam

Orang utan adalah hewan sejenis kera besar dengan lengan panjang dan berbulu kemerahan atau coklat yang hidup di hutan hujan tropis di wilayah Malaysia dan Indonesia khususnya di Pulau Kalimantan dan Sumatera. Mereka biasa tinggal di pepohonan lebat dan membuat sarangnya dari dedaunan. Spesies yang memiliki tingkat kesamaan DNA dengan manusia sebesar 96,4 % ini kian terancam punah. Hal ini dikarenakan habitat mereka kian sempit akibat di gerogoti manusia untuk dijadikan sebagai lahan perkebunan kelapa sawit dan lahan pertambangan. Pepohonan sebagai tempat mereka mencari makan pun juga ditebang untuk diambil kayunya. Berdasarkan hasil survei, orang utan telah kehilangan 80 % wilayah habitatnya dalam waktu kurang dari 20 tahun.

Akibat habitat mereka yang semakin sempit mereka pun akhirnya turun dan masuk ke perkebunan bahkan perkampungan untuk mencari makan. Tak jarang mereka dilukai, dan disiksa bahkan dibunuh karena dianggap sebagai hama dan mengacaukan lahan perkebunan. Seperti kasus yang baru-baru ini terjadi orang hutan ditemukan tewas dengan luka di kepala, diperkirakan orang utan utan ini mati karena disiksa.




Seperti kasus yang terjadi di Kalimantan Barat tepatnya di desa Wajok Hilir, Pontianak. Seekor orang hutan terbakar akibat diusir warga karena masuk ke perkebunan warga. Menurut warga mereka telah melakukan berbagai cara untuk mengusir orang utan tersebut namun tidak berhasil, akhirnya warga membakar pohon kelapa tempat orang utan tersebut bergelantungan untuk mengusirnya keluar dari perkebunan warga. Dan untuk menurunkan orang utan tersebut sejumlah petugas dari Konservasi Sumber Daya Alam dan warga akhirnya menebang pohon kelapa tersebut. 








Selain disiksa karena dianggap hama, keberadaan orang utan semikin terancam juga disebabkan karena perdagangan hewan ilegal. Lagi-lagi manusialah yang menjadi pelakunya. Sangat miris melihat hewan yang sebenarnya dilindungi undang-undang nomor 5 tahun 1990 ini semakin terancam punah. Secara teori sebenarnya orang utan telah dilindungi di Sumatera dengan peraturan perundang-undangan sejak tahun 1931, yang melarang memiliki, membunuh, atau menangkap orang utan. Namun pada prakteknya perdangan hewan ini semakin marak kita jumpai dan permintaannya bukan hanya dari dalam negeri tetapi juga permintaan dari luar negeri untuk dijadikan hewan peliharaan. Umumnya bayi orang utan yang diperdagangkan, dan untuk mengambil bayi orang utan maka induknya harus dibunuh. Padahal anak orang utan sangat bergantung kepada induknya untuk bertahan hidup dan juga proses perkembangannya.









Untuk menyelamatkan orang utan ini seharusnya pemerintah harus lebih serius menangani masalah ini, dengan pemantauaan yang lebih ketat dan hukum yang lebih tegas terhadap para pelaku perdagangan ilegal. Dikarenakan hewan ini populasinya kian menurun drastis dimana pada tahun 1994 jumlahnya mencapai lebih dari 12.000 ekor, namun pada tahun 2003 menjadi sekitar 7.300 ekor. Dan data pada tahun 2008 dilaporkan bahwa perkiraan jumlah orang utan Sumatera di alam liar hanya tinggal sekitar 6.500 ekor.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar